Baca Juga
Tak hanya itu, juga mengakibatkan kerugian ekonomi, penurunan kualitas
layanan publik, melemahnya institusi pemerintahan, menciptakan ketidakadilan
sosial. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, kerugian negara
akibat korupsi terus meningkat secara signifikan. Kepala Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto dalam
persidangan mengatakan perkara tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian
keuangan negara dan perekonomian negara yang didakwa dengan menggunakan Pasal 2
ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor, setiap tahunnya meningkat secara
signifikan. Jika dikelompokkan dari cara atau modus di dalam melakukan
perbuatannya secara doktriner dapat dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu tindak
pidana korupsi berkaitan dengan kerugian keuangan negara, suap menyuap,
pemerasan, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, benturan kepentingan
dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Data
dari Data Indonesia.id dan ICW: kerugian
negara tahun 2019 yakni sebesar Rp.12 Triliun, tahun 2020 Rp.56,74 Triliun,
tahun 2021 Rp.62,93 triliun, tahun 2022 Rp.48,79 Triliun dan RTahun 2023 Rp. 56
Triliun. Berdasarkan data ICW, estimasi
total kerugian negara akibat korupsi selama 10 Tahun terakhir hingga mencapai
Rp.230 Triliun.
Selain
merugikan negara, Tindakan korupsi pun berdampak pada perekonomian sosial
masyarakat, bahkan dapat meningkatkan potensi kemiskinan. Apa saja dampak yang
terjadi akibat tindakan korupsi di lingkungan Pemerintah terhadap kesejahteraan
sosial dan kemiskinan?
Berdasarkan artikel KPK, ada enam
dampak akibat Tindakan korupsi yakni, Mahalnya Harga Jasa dan
Pelayanan Publik. Praktik korupsi menciptakan biaya ekonomi
yang tinggi yang membebani pelaku ekonomi. Kondisi ekonomi berbiaya tinggi ini
memengaruhi harga jasa dan pelayanan publik. Hal ini dikarenakan harga yang
ditetapkan harus menutupi kerugian akibat besarnya modal yang dihasilkan akibat
penyimpangan yang berujung pada korupsi.
Penanggulangan Kemiskinan Lambat karena korupsi dan kemiskinan itu sendiri yang pada akhirnya akan menyulitkan masyarakat untuk memperoleh akses lapangan pekerjaan karena latar belakang pendidikan, sedangkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri sering terhambat oleh kemampuan, masalah teknis dan pendanaan.
Akses Terbatas bagi Masyarakat Miskin,
korupsi telah merajalela dan terjadi
di setiap aspek kehidupan yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, di mana
semua harga meroket dan menjadi semakin tidak terjangkau bagi masyarakat
miskin. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat miskin semakin tidak bisa
mendapatkan berbagai jenis akses dalam kehidupan mereka.
Harga bahan pokok seperti beras, gula, minyak, susu, dan sebagainya saat ini sangat tinggi. Kondisi ini menyebabkan penderitaan terutama bagi bayi dan anak-anak karena gizi yang tidak mencukupi. Untuk mendapatkan bahan pokok ini, masyarakat miskin harus mengalokasikan sejumlah besar uang dari pendapatan mereka yang sedikit.
Meningkatnya angka kejahatan, dampak korupsi, tak diragukan lagi, dapat memicu berbagai jenis kejahatan di masyarakat. Melalui praktik korupsi, sindikat kejahatan atau pelaku kejahatan individu dapat memperluas jalur hukum, menyusup ke berbagai lembaga negara, dan meraih prestise. Di India, para penyelundup rakyat berhasil menyusup ke partai dan menduduki posisi penting. Di Amerika Serikat, melalui suap, kebijakan korup memberikan perlindungan bagi organisasi kriminal dan pemerintahan yang korup. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula kejahatannya. Meningkatnya angka kejahatan.
Solidaritas Sosial. Maraknya korupsi
besar-besaran yang terjadi membuat masyarakat merasa tidak memiliki pegangan
yang jelas untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Masa depan yang suram dan
ikatan kehidupan yang semakin kuat membuat hakikat kebersamaan dan kerja sama
yang selama ini terjalin menjadi sekadar retorika.
Masyarakat menjadi
semakin individualistis, hanya peduli pada diri sendiri dan keluarga.
Masyarakat melakukan ini karena tidak ada lagi kepercayaan terhadap Pemerintah,
Sistem, Hukum, dan bahkan Masyarakat itu sendiri.
Jika kerugian Negara akibat
korupsi setiap tahun meningkat siginifikan, sama halnya dengan utang
pemerintah Indonesia yang melonjak. Utang pemerintah
Indonesia tercatat sebesar Rp4.786,58 triliun pada tahun 2019,
kemudian melonjak menjadi Rp6.079,17 triliun pada 2020, Rp6.913,98 triliun pada
2021, Rp7.776,74 triliun pada 2022, dan mencapai Rp8.163,07 triliun
pada akhir 2023. Kenaikan utang tertinggi terjadi saat pandemi COVID-19 dan
sebagian besar utang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Akhir
2019:Rp4.786,58
triliun dan akhir 2023:Rp8.163,07 triliun
Sementara angka
kemiskinan, dalam sepuluh tahun terakhir mengalami penurunan dari 28,28 juta orang (11,25%) menjadi 25,22 juta orang (9,03%), dengan
angka terendah tercatat pada Maret 2024. Setelah sempat meningkat akibat
pandemi COVID-19 pada 2020-2021, angka kemiskinan kembali menurun dan mencapai
titik terendah dalam dekade tersebut pada Maret 2024.
Abd. Choliq,
Kepala Seksi Kepatuhan Internal Kanwil DJKN RSK pada tulisanya menyebut
pemerintahan baru menjadi harapan baru dalam upaya pemberantasan korupsi.
Menurutnya, mengatasi korupsi membutuhkan upaya kolektif dari semua pihak.
Masyarakat harus berperan aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan
melaporkan setiap indikasi korupsi. Media juga memiliki tanggung jawab untuk
mengungkap praktik korupsi dan meningkatkan kesadaran publik akan bahaya
korupsi. Pemerintah, di sisi lain, harus menunjukkan komitmen yang kuat untuk
memberantas korupsi dan tidak ragu untuk mengambil tindakan tegas terhadap
pelanggaran. Dengan sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga penegak
hukum, harapan untuk menciptakan Indonesia yang bebas dari korupsi bukanlah hal
yang mustahil.
Korupsi
adalah musuh bersama yang harus diperangi secara serentak oleh seluruh elemen
bangsa. Dengan memahami akar masalah, dampak yang ditimbulkan, dan melaksanakan
strategi pemberantasan yang efektif, Indonesia dapat berharap untuk membangun
masa depan yang lebih baik dan berkeadilan bagi semua. Perjuangan melawan
korupsi tidak hanya akan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan transparan,
tetapi juga memberikan kesempatan yang setara bagi setiap individu muda untuk
meraih impiannya. Masa depan yang bebas korupsi menjadi tanggung jawab bersama
untuk mewujudkan dunia yang lebih baik.
Sekarang ini
bisa disebut sebagai momentum yang tepat bagi Indonesia untuk menjadi negara
yang kembali bersih karena ada pemerintahan baru. Biasanya, setiap ada
pemerintahan yang baru, ada kepemimpinan baru, itu harus punya visi baru, dan
semoga tanda-tanda untuk itu ada.
0 Komentar