BERITA TERKINI

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

header ads

Diduga Melanggar Inpres, Bupati Bima dapat Dikenakan Sanksi hingga Proses Hukum

Baca Juga


BIMA - Berdasarkan aturan, dugaan pelanggaran Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 oleh Bupati Bima, Ady Mahyudi dapat dikenakan sanksi administratif. Fatalnya hingga bahkan berpotensi diproses hukum, baik pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Meski secara aturan sanksi atas pelanggaran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja  bagi Kepala Daerah tidak diatur secara spesifik dalam aturan peraturan tersebut. Namun, terdapat implikasi hukum dan konsekuensi yang bisa timbul dari pelanggaran tersebut.

 Pelanggaran Inpres 1/2025 terkait efisiensi anggaran dapat berujung pada sanksi administratif, bahkan potensi masalah hukum jika terkait dengan penyalahgunaan wewenang atau korupsi. 

Berikut adalah elaborasi lebih lanjut:
Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja.

Inpres ini menginstruksikan seluruh kepala daerah untuk melakukan efisiensi belanja daerah. Tujuan utamanya adalah untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran dan menghindari pemborosan.

Jika kepala daerah tidak melaksanakan Inpres ini, sanksi yang mungkin dikenakan tidak disebutkan secara rinci dalam Inpres tersebut. Namun, ada potensi sanksi administratif seperti teguran, penundaan penyaluran dana, atau bahkan pembatalan program daerah yang tidak sesuai dengan prinsip efisiensi.

Tapi jika terjadi pelanggaran yang lebih serius, seperti penyalahgunaan anggaran atau pemborosan yang disengaja, bisa berujung pada pemeriksaan oleh aparat penegak hukum, seperti KPK atau BPK. Masyarakat juga memiliki peran dalam mengawasi pelaksanaan Inpres ini dan melaporkan dugaan pelanggaran kepada pihak terkait. 

Sebelumya, Ketua Komisi 2 DPRD Kabupaten Bima menyoroti terkait kebijakan Bupati Bima dan Wabup Bima tentang  pergeseran dan perubahan penambahan APBD. Masalahnya, kebijakan dalam kaitan itu dianggap melanggar karena sepihak tanpa koordinasi dengan Legislatif sesuai perintah Inpres Nomor 1 Tahun 2025.

"Kebijakan Bupati - Wabup bertentangan dengan aturan, karena pihak eksekutif tidak pernah koordinasi dengan Legislatif," tegas Sekretaris Fraksi Golkar, Ramdin, SH.

Padahal sebut Ketua Komisi II tersebut, pergeseran dan perubahan penambahan Post APBD harus mengacu pada Inpres dan PP. Pada PP nmenjelaskan bahwa perubahan APBD harus diatur dalam Peraturan Daerah (Perda).

"Harusnya koordinasi dan di setujui bersama antara eksekutif - legislatif. Tapi itu sama sekali  tidak dilakukan, padahal itu perintah aturan (Inpres dan PP)," sebut Politisi Golkar.

Sepertinya kritikan pedas anggota dewan dua periode tersebut bukan tanpa dasar, apalagi tidak sesuai dengan kenyataan. Faktanya, terdapat beberapa post APBD yang sudah dilakukan pergeseran dan perubahan serta penambahan.

Ramdin membeberkan, perubahan dan penambahan Post APBD dilakukan pada  Belanja Modal Alat Besar Darat dari Rp 0.00 menjadi Rp.3.900.000.000.

"Hal serupa pun dilakukan pada Belanja Modal Excavator yang sebelumnya Rp 0.00 menjadi Rp.3.900.000.000," beber Politisi yang akrab disapa Gio. 


#Anhar Amanan#

Posting Komentar

0 Komentar