Baca Juga
Saking memprihatinkan, Putri Anita dan keluarganya harus mencari nafkah sebagai buruh Tani Bawang di Kabupaten Sumbawa. Kemudian kembali ke Bima demi memenuhi panggilan penyidik Sat Reskrim Polres Bima atas kasus dugaan pengrusakan yang menimpanya Tahun 2024 lalu.
Putri Anita dan keluarganya mau tidak mau harus menjalaninya ,itu semua demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk memperoleh/mendapat keadilan di mata hukum.
"Sesungguhnya ini bukan hal yang mudah bagi Putri Anita dan keluarganya. Mereka harus bolak balik Bima - Sumbawa, cari uang sebagai buruh tani di Sumbawa dan kembali ke Bima guna memenuhi panggilan penyidik," kata Syarifuddin Lakuy SH.,MH selaku Tim LBH Fitrah Laquy selaku PH, Putri Anita
Kenapa tidak mudah? Tidak mudah karena Putri Anita dan keluarganya beberapa kali harus bolak - balik Bima - Sumbawa. Pergi ke Sumbawa mencari biaya akomodasi/ongkos transportasi dan lain sebagainya, lalu ke Bima untuk proses hukum atas kasus dugaan pengrusakan.
"Setelah itu, mereka harus kembali lagi bertani sebagai buruh tani di Kabupaten Sumbawa. Semoga realitas kehidupan Putri Anita dan keluargannya ini menjadi pertimbangan kemanusiaan bagi Aparat Penegak Hukum (APH). Seorang janda yang mencari nafkah menjadi buruh tani berjuang dengan satu harapan dapat memperoleh keadilan di mata hukum," terangnya.
Kuasa Hukum/Penasihat Hukum/Saksi korban dan pihak keluarga korban sepakat menyelesaikan kasus tersebut sesuai ketentuan hukum yang berlaku untuk kepastian hukumnya. Penyelesaian peradilan seperti ini buka tidak menghargai inisiasi pihak Penyidik Reskrim Polres Bima ataupun Kejaksaan Negeri Bima untuk melakukan Restorasi Justice In Kasus a quo.
Namun sejak adanya laporan Polisi oleh pihak Putri Anita dan keluargannya tidak pernah didatangi oleh tersangka Sirajuddin dan keluarga nya. Justeru sebaliknya tersangka dan keluarganya selalu melontarkan kata-kata sindiran kepada pihak saksi korban dan keluarga saksi korban. Hingga bahkan menyinggung asal usul dari pihak saksi korban dan keluarganya yang bukan asli Desa Renda karena neneknya berasal dari Kelurahan Penanae Kota Bima.
" Sikap mereka menyimpang dari visi misi Restorative Justice yaitu:adanya kesepakatan ini yang bertujuan untuk pemulihan keadaan korban, pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, serta mendorong pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya," tandasnya.
Memperhatikan sikap/perbuatan pihak keluarga tersangka maka secara Sikap/ Prinsip Kami Kuasa Hukum/Penasihat Hukum/Saksi Korban/Keluarga Saksi Korban memohon kiranya kepada Aparatur Penegak Hukum Penyidik Kepolisian Republik Indonesia Polres Bima , Kejaksaan Negeri Bima dan Pengadilan Negeri Raba untuk diselesaikan secara Peradilan sesuai ketentuan hukum yang berlaku untu kepastian hukumnya.
Untuk diketahui tegas Syarifuddin Lakuy, belum adanya Putusan Pengadilan atas penderitaan saksi korban menjadi sangat ironis dan menyakitkan bagi pihak saksi korban dan keluarga saksi korban. Sebab di kampungnya selalu mendengar lontaran kata-kata oleh pihak tersangka dan keluarganya.
"Ini menimbulkan pertanyaan bagi pihak saksi korban kepada kami kuasa hukum/Penasihat Hukum apakah karena tersangka Sirajudin sebagai pihak lawan yang lebih mapan secara sosial sehingga merasa kebal hukum. Bagi kami Kuasa Hukum/Penasihat Hukum menjawab pertanyaan saksi korban dan keluarga saksi korban kami akan membantu untuk konfirmasi dengan surat kepada Aparatur Penegak Hukum guna saksi korban memperoleh keadilan secara hukum," sebutnya.
Pada kesempatan tersebut, Tim LBH Fitrah Lakuy juga menyampaikan dasar hukum gugatan.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban: “
Pasal 5 ayat (1): Saksi dan korban berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berhubungan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
Pasal 5 ayat (2): Hak-hak lain termasuk informasi mengenai perkembangan perkara, informasi mengenai putusan pengadilan, serta hak untuk mendapat bantuan hukum.
Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.
Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.
Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif: ” Menegaskan bahwa restorative justice hanya dapat dilakukan apabila terdapat kesepakatan damai antara korban dan pelaku. Jika korban menolak, maka penyidikan wajib dilanjutkan sesuai ketentuan Hukum Acara Pidana”.
Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 39 ayat 1, berbunyi dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap 1 bulan:
Sementara pembuktian, bahwa sebagaimana hasil koordinasi kami selaku kuasa hukum ibu Putri Anita (korban) dimana Penyidik Pembantu meminta bukti nilai harga pembelian TV yang dirusak oleh Terlapor dan kami telah memberikan bukti berupa nota dari toko nilai harga pembelian TV barang bukti tersebut dengan nilai kerugian Pelapor/korban tersebut Rp. 4.500,000 (Empat Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) sebagaimana bukti copy Nota Terlampir dan NOTA BUKTI ASLI telah kami serahkan kepada Penyidik Pembantu dari Kasat Reskrim Polres Panda Bima.
#Anhar Amanan#
0 Komentar