BERITA TERKINI

6/recent/ticker-posts

Perjuangan Janda ini : Jadi Buruh di Sumbawa, Balik Bima demi Mendapat Keadilan

Baca Juga

Foto : Putri Anita 


"Melelahkan dan juga tak mudah, tapi mau tidak mau harus dijalani" istilah demikian sepertinya tepat bila diarahkan untuk Janda 22 Tahun Putri Anita. Perjuangan Wanita asal Desa Renda Kecamatan Belo ini demi memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan lainnya, memprihatinkan.

Saking memprihatinkan, Putri Anita dan keluarganya harus mencari nafkah sebagai buruh Tani Bawang di Kabupaten Sumbawa. Kemudian  kembali ke Bima demi memenuhi panggilan penyidik Sat Reskrim Polres Bima atas kasus dugaan pengrusakan yang menimpanya  Tahun 2024 lalu.

Putri Anita dan keluarganya mau tidak mau harus menjalaninya ,itu semua demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk memperoleh/mendapat keadilan di mata hukum.

"Sesungguhnya ini bukan hal yang mudah bagi Putri Anita dan keluarganya. Mereka harus bolak balik Bima - Sumbawa, cari uang sebagai buruh tani di Sumbawa dan kembali ke Bima guna memenuhi panggilan penyidik,"  kata Syarifuddin Lakuy SH.,MH selaku Tim LBH Fitrah Laquy selaku PH, Putri Anita

Kenapa tidak mudah? Tidak mudah karena Putri Anita dan keluarganya beberapa kali harus  bolak - balik Bima - Sumbawa. Pergi ke Sumbawa mencari biaya  akomodasi/ongkos transportasi dan lain sebagainya, lalu ke Bima untuk proses hukum atas kasus dugaan pengrusakan.

"Setelah itu, mereka   harus kembali lagi bertani sebagai buruh tani di Kabupaten Sumbawa. Semoga realitas kehidupan  Putri Anita dan keluargannya ini menjadi pertimbangan  kemanusiaan bagi Aparat Penegak Hukum (APH). Seorang janda yang mencari nafkah menjadi buruh tani berjuang dengan satu harapan dapat memperoleh keadilan di mata hukum," terangnya.

Kuasa Hukum/Penasihat Hukum/Saksi korban dan pihak keluarga korban sepakat menyelesaikan kasus tersebut sesuai ketentuan hukum yang berlaku untuk kepastian hukumnya. Penyelesaian peradilan seperti ini buka tidak menghargai  inisiasi pihak Penyidik Reskrim Polres Bima ataupun Kejaksaan Negeri Bima untuk melakukan Restorasi Justice  In Kasus a quo.

Namun sejak  adanya laporan Polisi oleh pihak Putri Anita dan keluargannya tidak pernah didatangi oleh tersangka Sirajuddin dan keluarga nya. Justeru sebaliknya tersangka dan keluarganya selalu melontarkan kata-kata sindiran kepada pihak saksi korban dan keluarga saksi korban. Hingga bahkan menyinggung asal usul dari pihak saksi korban dan keluarganya yang bukan asli Desa Renda karena neneknya berasal dari Kelurahan Penanae Kota Bima.

" Sikap mereka  menyimpang dari visi misi Restorative Justice yaitu:adanya kesepakatan ini yang  bertujuan untuk pemulihan keadaan korban, pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, serta mendorong pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya," tandasnya.

Memperhatikan sikap/perbuatan pihak keluarga tersangka maka secara Sikap/ Prinsip Kami Kuasa Hukum/Penasihat Hukum/Saksi Korban/Keluarga Saksi Korban memohon kiranya kepada Aparatur Penegak Hukum Penyidik Kepolisian Republik Indonesia  Polres  Bima , Kejaksaan Negeri Bima dan Pengadilan Negeri Raba untuk diselesaikan secara Peradilan sesuai ketentuan hukum yang berlaku untu kepastian hukumnya.

Untuk diketahui tegas Syarifuddin Lakuy, belum adanya Putusan Pengadilan atas penderitaan saksi korban menjadi  sangat ironis dan menyakitkan bagi pihak saksi korban dan keluarga saksi korban. Sebab di kampungnya selalu mendengar lontaran kata-kata oleh pihak tersangka dan keluarganya.

"Ini menimbulkan pertanyaan bagi pihak saksi korban kepada kami kuasa hukum/Penasihat Hukum apakah karena tersangka Sirajudin sebagai pihak lawan yang lebih mapan secara sosial sehingga merasa kebal hukum.  Bagi kami Kuasa Hukum/Penasihat Hukum menjawab pertanyaan saksi korban dan keluarga saksi korban kami akan membantu untuk konfirmasi dengan surat kepada Aparatur Penegak Hukum guna saksi korban memperoleh keadilan secara hukum," sebutnya.

Pada kesempatan tersebut, Tim LBH Fitrah Lakuy juga menyampaikan dasar hukum gugatan.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban: “

Pasal 5 ayat (1): Saksi dan korban berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berhubungan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

Pasal 5 ayat (2): Hak-hak lain termasuk informasi mengenai perkembangan perkara, informasi mengenai putusan pengadilan, serta hak untuk mendapat bantuan hukum.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP):
Pasal 110 :


Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. 
Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. 

Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum. 

Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik.
Pasal 138:
Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. 

 Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.

Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif: ” Menegaskan bahwa restorative justice hanya dapat dilakukan apabila terdapat kesepakatan damai antara korban dan pelaku. Jika korban menolak, maka penyidikan wajib dilanjutkan sesuai ketentuan Hukum Acara Pidana”.

Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 39 ayat 1, berbunyi dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap 1 bulan:


SP2HP sekurang-kurangnya memuat tentang:
pokok perkara; tindakan penyidikan yang telah dilaksanakan dan hasilnya; masalah/kendala yang dihadapi dalam penyidikan;rencana tindakan selanjutnya; dan himbauan atau penegasan kepada pelapor tentang hak dan kewajibannya demi kelancaran dan keberhasilan penyidikan.


SP2HP yang dikirimkan kepada pelapor, ditandatangani oleh Ketua Tim Penyidik dan diketahui oleh Pengawas Penyidik, tembusannya wajib disampaikan kepada atasan langsung.
SP2HP merupakan layanan kepolisian yang memberikan informasi kepada masyarakat sampai sejauh mana perkembangan perkara yang ditangani oleh pihak Kepolisian. Sehingga dengan adanya transparansi penanganan perkara, masyarakat dapat menilai kinerja Kepolisian dalam menangani berbagai perkara tindak pidana yang terjadi di masyarakat.
Dalam SP2HP, di sisi pojok kanan atas tertera kode yang mengindikasikan keterangan:
A1: Perkembangan hasil penelitian Laporan;
A2: Perkembangan hasil penyelidikan blm dapat ditindaklanjuti ke penyidikan;
A3: Perkembangan hasil penyelidikan akan dilakukan penyidikan;


A4: Perkembangan hasil penyidikan;
A5: SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyelidikan)
SP2HP pertama kali diberikan adalah pada saat setelah mengeluarkan surat perintah penyidikan dalam waktu 3 (tiga) hari Laporan Polisi dibuat. SP2HP yang diberikan kepada pelapor berisi pernyataan bahwa laporan telah diterima, nama penyidik dan nomor telepon/HP.


Waktu pemberian SP2HP pada tingkat penyidikan untuk kasus :
Kasus ringan, SP2HP diberikan pada hari ke-10, hari ke-20 dan hari ke-30
Kasus sedang, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45 dan hari ke-60.
Kasus sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45, hari ke-60, hari ke-75 dan hari ke 90.


Kasus sangat sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-20, hari ke-40, hari ke-60, hari ke-80, hari ke-100 dan hari ke-120.


Tahap penyelesaian dihitung pada saat penyerahan berkas perkara yang pertama.
Oleh karena itu untuk mengetahui perkembangan proses penyidikan yang sedang berlangsung, pihak pelapor dapat mengajukan permohonan untuk dapat diberikan SP2HP kepada pihak kepolisian terkait, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a Perkap No. 21 Tahun 2011 juncto Pasal 12 huruf c Perkap No. 16 tahun 2010
Setiap penerbitan dan penyampaian SP2HP, maka Penyidik wajib menandatangani dan menyampaikan tembusan kepada atasannya. Dengan SP2HP inilah pelapor atau pengadu dapat memantau kinerja kepolisian dalam menangani kasusnya. Sewaktu-waktu, pelapor atau pengadu dapat juga menghubungi Penyidik untuk menanyakan perkembangan kasusnya. Jika Penyidik menolak untuk memberikan SP2HP, maka kita dapat melaporkannya ke atasan Penyidik tersebut. Dan jika atasan Penyidik tersebut juga tidak mengindahkan laporan, maka dapat melaporkannya ke Divisi Propam Kepolisian Daerah terkait.
Pasal 14 ayat (1) Perkap 6/2019, Bahwa penyidik wajib memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari
Bahwa tanggal 3 Juli 2025 Penyidik telah memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), dimana hal tersebut sebagaimana dalam.
Bahwa pada tanggal 28 Juli 2025 Pihak Korban sdri Putri Anita melalui kami Kuasa Hukum/Penasihat Hukum diberikan Surat Nomor: SPDP / 90 / VII /  2025 / Reskrim, Klasifikasi:BIASA, Lamp:-, Perihal:Pemberitahuan dimulainya Penyidikan.
Bahwa pihak korban sdri Putri Anita pada tanggal 4 Agustus 2025 melalui kami Kuasa Hukum/Penasihat Hukum diberikan Surat  Nomor: B/ 1838 / VIII / 2025 /Reskrim,  Klasifikasi: BIASA, Lamp: Satu berkas, Perihal: Pemberitahuan Penetapan Tersangka: SIRAJUDIN.

Sementara pembuktian, bahwa sebagaimana hasil koordinasi kami selaku kuasa hukum ibu Putri Anita (korban) dimana Penyidik Pembantu meminta  bukti nilai harga pembelian TV yang dirusak oleh Terlapor dan kami telah memberikan bukti berupa nota dari toko nilai harga pembelian TV barang bukti tersebut dengan nilai kerugian Pelapor/korban tersebut Rp. 4.500,000 (Empat Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) sebagaimana bukti copy Nota Terlampir dan NOTA BUKTI ASLI telah kami serahkan kepada Penyidik Pembantu dari Kasat Reskrim Polres Panda Bima.


Berdasarkan fakta hukum dari alat bukti untuk membukti unsur-unsur Pasal 406 KUHP menurut kami telah  terpenuhi 2 alat  bukti yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP.
Selain itu, juga menyampaikan terkait info penyelidikan. Bahwa sampai pada saat kami menyampaikan Surat Mohon Keadilan Hukum kepada Kapolres Panda Bima sebelumnya kami Kuasa Hukum Firmanuddin, SH telah datang bertemu penyidik/Penyidik Pembantu In Kasus a quo akan tetapi belum diberikan SP2HP (A.4) sehingga kami Kuasa Hukum/Penasihat Hukum/ Pihak Pelapor (saksi korban) tidak dapat mengetahui apakah Penyidik telah melimpahkan berkas hasil penyidikan kepada Jaksa Penuntut Umum.

#Anhar Amanan#

Posting Komentar

0 Komentar