Baca Juga
![]() |
Satria Tesa Pratama |
Padahal menurut saya CV Rahmawati telah jujur. Wallahualam apa motifnya? Namun saya menduga ini upaya untuk menyembunyikan kebenaran.
Lalu membias. Membalut sumber masalah agar tak kelihatan bermasalah.
Padahal saya telah mencatat baik argumentasinya dan berkali-kali saya suarakan dalam tulisan.
Dalam keterangannya di media itu, CV Rahmawati bilang penjualan pupuk paket dilakukan untuk menutupi kekurangan 26 ribu ton pupuk urea.
Aneh, hari ini saya cek jejak digitalnya, judul beritanya masih sama, keterangannya tentang penjualan “pupuk paket” pada pengecer hilang.
Di akar rumput, petani di wilayah CV Rahmawati merasakan sebagai korban. Mereka terpaksa membelinya, bila tidak ingin mendapatkan pupuk urea bersubsidi pada pengecer. Penjualan paket berjenjeng itu masih terus hidup di realitas.
Disatu sisi warga tidak berani bersuara. Mereka takut pupuk tidak diberi. Itu keterangan Anggota DPRD Dapil III kanda Kapal Berlayar. Sementara Sang Tawakal juga mengkonfirmasi.
Sebagai contoh, keterangan Anggota DPRD Bima cukup menyolok. “Hanya nyawa saja yang belum kami beri, keputusan ada ditangan eksekutif,” imbuhnya.
***
Skema berhasil. Ada masalah tapi kelihatan tidak bermasalah.
Pengecer yang menjual pupuk paket mestinya di polisikan, agar kita tahu siapa yang memainkan skema tersebut. Warga, Mahasiswa, Pemuda, Pemdes, Camat, DPRD, dan Pemkab Bima mestinya berani ungkap masalah ini.
Lalu akan menjurus pada keterangan, bahwa kami pengecer tidak akan dikasih pupuk urea bersubsidi bila tak menyandingkan dengan pupuk non subsidi.
Ironisnya Pemkab Bima hanya pandai membusakan mulut sampahnya. Hingga tahun 2020.
Saya ulas lagi keterangan Pemkab Bima beberapa waktu lalu. Di Media Massa.
Bupati Warning Distributor Pupuk. Ancam akan bersurat ke Pupuk Kaltim NTB. Katanya tegas. Bahkan karena ketegasaanya kepala KUPT Bolo yang tak bisa dihubungi, waktu demo warga timu yang blokir jalan itu, langsung di Mutasi.
Wabub unjuk gigi, penyimpangan pupuk akan dipolisikan. Katanya, Pemkab sudah berkerja sama dengan Polres Bima.
Kadis Pertanian bantah ada kelangkaan pupuk.
Metua KP3 ngomong tidak boleh jual pupuk paket. Tidak boleh jual melebihi HET. Tidak boleh distributor pupuk nakal 2020.
Hasilnya: Tidak ada Hasil.
Sama seperti tahun sebelumnya. 2019 itu.
“Tidak ada warga yang keluhkan harga pupuk, tidak penjualan pupuk paket. Kami telah melakukan survei pada semua. Masih aman saja,” kata sampah itu, di imajinasiku.
“Jangan jual pupuk tidak sesuai HET. Jangan Jual Paket. Kami akan tindak tegas. Kami akan berikan sanksi,” nyambung lagi sampah itu, dipikiranku.
Tetap saja sederet polemik itu bernyanyi sunyi, di lorong-lorong desa. Seperti rumah mati.
Info terbaru, harga pupuk bersubsidi di Soromandi Desa Sampungu per zak mencapai Rp 170 ribu.
Penjualan pupuk paketan menghias sebagian besar daratan bima.
Dan anehnya, kita masih menganggap ini tahun lama. Padahal tanggal 11 tahun baru 2020.
Sekarang bagaimana jalan keluarnya?
Political Will Pemkab Bengkak, Warga takut bicara, DPRDnya kelelahan, sebentar lagi muncul lagi omong kosong itu-itu lagi.
Tidak bisa tidak warga meski anarkis. Jarah apa yang bisa dijarah. Seperti di Donggobolo. Blokir apa yang dibisa di Blokir. Seperti di Ambalawi dan Bolo.
Ingat Tuan, polemik pupuk otobiografi kepemimpinanmu.
Kasihanilah Rakyat, Tolong Berhenti Menjarah!
Hentikan Monopoli SUMBER DAYA..!Tolonglah Tuan! Tetaplah jadi Pemerintah (Pelayan) Jangan jadi Pemelintah (Penghisap Darah)
Catatan Kemuakan, Mataram 11 Januari 2019
0 Komentar